Senin, 26 Mei 2008

soulmate

Didalam batas ruang dan waktu.
Aku terbelenggu di dalam semu.
Rintih hati yang terpendam didalam.
Takkan ada yang tau selain bintang.
Dalam gelap bintangku terangi hati.
Walau hanya setitik cahayamu.
Terangi hatiku… Besarkan hatiku…Melewati kegalauan hati ini.
Kehangatan cahayamu dalam urat nadiku.
Takkan sirna ditelan rasa.Kini kau bagian dalam hidupku.
Terekat satu dalam kehampaan hati.Suara hati ingin miliki bintangku.
Jadi bagian dari belahan jiwaku.Namun ku sadari… Takkan kuingkari…Indah cahayamu takkan pernah kugapai.Oh tuhan… hanya satu yang kuminta.Jangan padamkan cahaya bintangku.Biarkan merekat erat dalam dada.Sampai bintangku raih kebahagiaan.

asyiknya punya sahabat


Bila anda mempunyai masalah seputar keluarga, pasti anda membutuhkan seorang teman untuk dapat membantu memecahkan permasalahan anda. Atau mungkin hanya sekedar ingin mengobrol tentang permasalahan pekerjaan dan kehidupan yang terjadi di sekitar anda. Begitu juga teman anda. Membagi cerita-cerita yang lucu juga bisa makin mendekatkan anda dengan sang sahabat.
Teman juga dapat memberikan variasi ataupun warna-warni kehidupan yang anda jalani. Jalan bareng bersama teman-teman akan dapat merelaksasikan kepenatan anda setelah melakukan aktifitas kantor yang selalu padat setiap harinya. Misalnya makan bareng di tempat tongkrongan yang biasa anda kunjungi bersama sahabat. Atau mungkin karaoke-an bareng-bareng, sehingga menciptakan kedekatan yang lebih mengasyikkan.
Sedikit kejutan dan perhatian yang kecil bisa membuat semakin dekat dengan sahabat anda. Jika pekerjaan menuntut untuk melakukan travelling, sebaiknya kirimkan post card khusus buat sahabat anda. Sehingga dia akan merasa anda tidak melupakannya disaat anda jauh. Atau mungkin anda bisa membawakan oleh-oleh untuknya. Mereka pastinya akan melakukan hal yang sama dengan apa yang pernah anda lakukan kepadanya. Tapi jangan sampai anda melupakan sang kekasih loh. Bisa runyam nanti urusannya.

soulmate


Suatu siang, ketika saya sedang berdzikir usai menunaikan sholat dhuhur di musholla sebuah gedung di Jalan Imam Bonjol, tanpa sengaja pandangan saya tertuju pada seseorang yang baru datang ke musholla. Ia terlambat datang boleh jadi karena ada suatu acara. Ia kelihatan di pintu masuk ketika ia hendak mengambil air wudhu, yang tempatnya harus melewati pintu masuk itu. Ia terhenti begitu melihat saya. Secara spontan saya memberikan senyum dan melambaikan tangan. Dia pun membalas dengan perlakuan serupa. Saya langsung ingat, dia adalah seorang sahabat yang lama tidak bertemu, sekitar 9 tahun.
Saya meneruskan dzikir, sementara dia mengambil wudhu kemudian menunaikan sholat dhuhur berjamaah dengan beberapa jamaah yang juga datang terlambat. Di sela-sela alunan dzikir nan syahdu itu, ingatan saya terbawa pada beberapa kenangan saat pernah berinteraksi dengannya, utamanya saat kami kuliah.
Usai dengan sholat dan dzikirnya, dia langsung menghampiri saya. Jabat tangannya erat-erat dan penuh keakraban. Ada getaran rasa rindu yang tertumpahkan. Ada rasa takjub karena bisa bertemu dalam momen yang tidak terduga seperti itu. Saya sedang bertamu, dia pun sedang bertamu di gedung itu. Rasanya belum lama kami berpisah. Kami langsung tune-in (nyambung) dengan aneka perbincangan, tentang keluarga, tentang pekerjaan, tentang teman-teman, dan lain-lain. Waktu perjalanan selama 9 tahun terputar dengan cepatnya saat kami melakukan kilas balik.
Di tengah-tengah perbincangan itulah dia bertanya, “Eh, antum yang suka kirim artikel di eramuslim ya?” Saya memahami pertanyaan itu sebagai pertanyaan yang sangat wajar. Banyak orang yang memiliki nama yang serupa. Di samping itu, semua sahabat saya tahu kalau saya tidak memiliki latar belakang sebagai penulis atau memiliki cita-cita sebagai penulis. Munculnya beberapa artikel dengan nama saya, tentu membuat sahabat-sahabat yang membacanya, termasuk yang dihadapan saya itu, akan sedikit mengeryitkan dahi. Meski pada akhirnya setelah membaca semua artikelnya mereka makin yakin bahwa itu adalah saya, mereka boleh jadi tidak menduga bahwa ternyata banyak pengalaman sederhana yang bisa dituangkan untuk diambil sebuah hikmahnya.
Selain dia, ada beberapa beberapa sahabat yang melakukan konfirmasi lewat email. “Apakah betul nama yang tercantum di website adalah nama saya?”, itulah inti konfirmasinya.
Atas pertanyaan sahabat itu, saya tidak menjawab ya atau tidak. Justru saya balik bertanya, “Menurut antum, itu saya atau tidak?” Dia mengiyakan, ada beberapa artikel yang menguatkan hal itu. Tentang di mana saya tinggal, tentang asal saya, tentang di mana saya kuliah, dan lain-lain.
Ada pula sahabat yang tidak pernah melakukan konfirmasi. Tetapi begitu saya bertemu atau menelepon, dengan yakin dia mengatakan sudah baca semua artikel-artikel saya. Mereka adalah sahabat-sahabat terbaik karena pernah menjalani kehidupan bersama dan mengenal saya lebih dalam.
Ada satu pertanyaan dibenak saya, kenapa terhadap beberapa sahabat yang lama sekali tidak bertemu, bahkan tidak pernah berinteraksi sama sekali, begitu ketemu langsung merasa akrab dan tune-in, seakan tidak ada batas waktu atau lokasi yang memisahkan selama ini. Sering saya mengalami hal itu. Sampai kini pun, beberapa sahabat yang tinggal di seluruh penjuru nusantara dan tidak pernah berinteraksi, nama-namanya masih tersimpan dalam memori saya.
Tiada pernah rasanya, ketika disebutkan sebuah nama di suatu tempat, saya butuh mengingatnya lama-lama, bahkan tidak bisa mengingatnya sama sekali. Bukan karena saya memiliki hafalan yang kuat, tetapi seakan nama-nama itu tertaman sendiri dibenak alam bawah sadar, dan mengendap cukup kuat.
Saya mengambil hikmah, apakah mereka itu adalah belahan jiwa (soulmate) saya? Saya menyakini iya. Bukankah Allah berfirman bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara? Dalam kata lain, yang menguatkan jalinan persaudaraan adalah keimanan. Sedangkan keimanan adalah masalah jiwa. Artinya jika jiwa-jiwa mereka menyatu, saling menyediakan sisi ruang jiwa buat saudaranya, maka persaudaraan yang terjalin pun akan kuat. Hadits Nabi menggambarkan persaudaraan sesama mukmin itu laksana satu tubuh, manakala tubuh saudaranya sakit maka ia akan ikut merasakannya. Semua ini membuktikan bahwa orang-orang mukmin itu adalah satu tubuh dan satu jiwa.
Sesungguhnya ada satu yang mengharukan dari ucapan sahabat yang bertemu saya di musholla itu. Ketika kami mensyukuri karena dipertemukan oleh Allah itu, dia berujar, “Itulah kekuatan doa rabithah (doa menguatkan persaudaraan) yang sering kita panjatkan. Allah benar-benar menyatukan kita di mana pun kita berada. Jiwa kita menjadi bagian jiwa yang lain sepanjang kita bersatu dalam cinta dan ketaatan kepada Allah.” Subhanallah.
Dalam hati saya merenung, boleh jadi itulah soulmate sejati. Soulmate yang dibentuk oleh kecintaan kepada Allah. Betapa banyak bapak dan anak yang tidak memiliki belahan jiwa, karena perbedaan keimanan. Dalam sirah Nabi Saw, diriwayatkan ada beberapa ayah dan anak yang menjadi musuh satu terhadap yang lain dalam peperangan. Bahkan ada yang membunuh atau terbunuh.
Pelajarannya, soulmate tidak harus dibentuk oleh hubungan darah dan tidak semua yang memiliki hubungan darah memiliki soulmate satu sama lain. Boleh jadi, kriteria yang relevan untuk membuktikan bahwa seseorang itu adalah soulmate bagi kita atau tidak adalah apakah kita mencintainya karena Allah atau hawa nafsu.

siapakah sahabat sejati


Siapakah Sahabat Sejati? Sahabat sejati adalh ia yang mengetahui kelemahanmulalu memberimu kekuatanSahabat sejati dalah ia yang mengetahui kelebihanmulalu memberimu dukunganSahabat sejati adalah ia yang mengetahui masalahmulalu memberimu bantuan dan pengertianSahabat sejati adalah ia yang mengetahui kesedihanmulalu memberimu kegembiraanSahabat sejati adalah ia yang mengetahui cita-citamulalu memberimu semangat dan doronganSahabat sejati adalah ia yang mengetahui kebodohanmulalu memberimu pengetahuanSahabat sejati adalah i yang mengetahui kealpaanmulalu memberimu peringatan dan petunjukSahabat sejati adalah ia yang ADA SAAT KAU BAHAGIA DAN TETAP BERSAMA SAAT KAU BERDUKA.....

sahabat sejati


Burung besi yang mengantarkanku telah mendarat bandara Hang Nadim kota Batam. Kucium hawa yang ramah menyambut kedatangan kami, aku dan suami. Sejurus aku menoleh ke arah luar terminal kedatangan, agak ragu untuk mengenali penjemputku karena baru sekali kami bersua, itupun kira-kira 8 tahun yang lalu. Yah, kami memang hanya bertukar kabar melalui telepon, jadi maklumlah kalau hanya suara beliau yang lebih kukenal.
Setelah mondar-mandir beberapa menit, akhirnya aku mengenali sosok yang kucari. Alhamdulillah, segera kami berhambur ke arah wanita setengah baya melepas rasa haru. Ya Allah, betapa kerinduan ini menyeruak. Mamak, begitulah kami mengakrabkan diri memanggilnya menciumi kami berdua, tak kalah haru.
Akhirnya saat pertemuan yang kami janjikan tiba, setelah mengumpulkan dana yang tak kecil untuk ukuran kami. Alhahamdulillah, janji untuk berkunjung ke Batam akhirnya kami tepati kepada almarhumah Widayuniati, putri mamak yang telah berpulang 7 tahun lalu. Akupun tak menyangka masih bisa menyambung tali silaturahmi dengan orang tua Dayu, begitu aku memanggilnya. Dayu adalah sosok sahabat yang kehadirannya selalu kami nantikan, dan setelah ketiadaannya tetap kami rindukan. Semoga Allah memberikan tempat terbaik untukmu sahabat.
Kedekatanku kami berawal justru karena ketidaksukaanku kepada etnis tertentu, yang kupikir mengalir di diri Dayu. Aku yang naif hanya menilai dari fisiknya semata. Kami satu kost ketika menimba ilmu di kota pelajar. Ternyata aku salah besar, selain tidak semua orang etnis tersebut tidak baik juga karena Dayu sama sekali bukan etnis yang kubenci.
Lambat laun persahabatan kami makin erat. Kami kerap menyusuri kaki lima Malioboro, mencari obralan di Bering Harjo, atau bahkan naik andong pulang dari Sekatenan. Dan kebanyakan Dayu yang membayar segala pengeluaran jalan-jalan karena memang aku tak mampu. Lagi pula Dayu selalu memaksaku untuk menurutinya. Dayu cukup mampu hanya semuanya tersembunyi di balik sosoknya yang sederhana, akrab dengan siapa saja dan terkenal kedermawanannya.
Aku ingat suatu pagi bapak penjual bubur mengeluh pada Dayu tidak punya cukup modal untuk berjualan keesokan harinya, tanpa ba bi bu Dayu mengangsurkan untuk dipinjamkan kepada si bapak, dengan wajah cerah bapak itu berjanji untuk membayar dengan memberi sarapan bubur tiap hari sampai lunas. Satu dua hari keseokannya memang bapak tersebut tertib, namun di hari ketiga dan selanjutnya seolah dia menghindari kost kami. Kami tahu karena pejual itu selalu lewat rute kami ke kampus, dan Dayu tahu itu namun tidak menagihnya.
Dayupun terkenal setia kawan, bahkan saat dia jatuh sakit. Tak jarang Dayu menemani kawan yang datang ke kost, dan membolos jam kuliahnya sekedar mengajak keliling kota kawan yang dari luar kota padahal ia sendiri sedang sesak napas. Aku sendiri heran dengan sikapnya. Saat kami berdua sama-sama jatuh sakit Dayu memaksa mengantarku ke kampus naik becak, hingga kawan di kampus bertanya sebenarnya siapa yang sakit.
Saat seorang kawan yang membiayai kuliah dengan meloper koran jatuh sakit, Dayu pun memaksa menggantikan tugas yang asing untuk kaum hawa tersebut. Atau suatu ketika membantu seorang kawan unutk membiayai wisudanya. Dan Dayu memang tidak menagih orang yang berhutang kepadanya. Ah Dayu, betapa banyak kebaikan yang tak bisa kuingat satu per satu.
Suatu hari Dayu harus pulang ke Batam, karena dipaksa orang tuanya untuk berobat. Memang Dayu tidak pernah memberitahu orang tuanya tentang semua sakitnya, dia tak pernah mau orang lain ikut sedih memikirkannnya. Terkadang tengah malampun aku dipanggil ke kamarnya hanya untuk menemaninya yang terkena serangan sesak napas tanpa pernah mau untuk kupijat sekedar mengurangi penderitaannya, ataupun usai subuh menggantikan menerima telepon dari orang tuanya, karena Dayu tidak mungkin bicara dengan napas terputus-putus agar tidak ketahuan.
Ah, ternyata kami telah sampai ke kompleks makam. Kami menuju sebuah makam yang terukir nama WIDAYUNIATI, tanpa tersa air mataku meleleh haru. Setelah tidak bersua selama 2 tahun. Kabar terakhir Dayu, sahabatku meninggalkan kami semua. Allah memanggilnya terlebih dahulu dalam senyum. Kebaikannya tercermin dari banyaknya pelayat yang datang. Mamakpun tak pernah menduga hingga kini masih banyak kabar tentang kebaikan Dayu.
Semoga kebaikannya menjadi cermin bagi kita untuk tidak pernah menghitung berapa banyak yang beri, namun juga tidak pernah melupakan sekecil apaun yang kita terima. Terima kasih untukmu, Sobat hatiku.